Berangkat dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin,
Maros, Sulawesi Selatan pukul 10:00 Wita. perjalanan menuju Bandara Sentani,
Jayapura, Papua ditempuh dalam waktu 3,30 jam. Terdapat perbedaan waktu 1 jam
lebih cepat di Papua daripada waktu di Makassar, dengan menggunakan pesawat
Lion Air, saya pun tiba dengan selamat pada pukul 14:30 WIT waktu setempat.
Kedatangan saya ke tanah Papua kali ini adalah yang kedua kalinya, setelah
pertama kali datang pada tahun 2010. Pada waktu itu untuk menghadiri acara
pernikahan sepupu.
Untuk mengurangi rasa jenuh karena waktu perjalanan yang
lama, saya sengaja memilih tempat duduk di dekat jendela pesawat, supaya bisa
melihat-lihat pemandangan dari atas sekaligus memotretnya dengan kamera pocket.
Tanah Papua memang memiliki pemandangan alam yang sangat indah, dengan hamparan
hutan yang luas yang masih “perawan” (yang menjadi paru-paru dunia terbesar
kedua setelah Hutan Amazon) beserta sungai-sungainya yang panjang yang
meliuk-liuk seperti ular, membuat perjalanan saya terasa tidak begitu lama.
Sesekali pesawat melintas di atas pulau-pulau Papua dengan pasir putihnya dan
perairannya yang bersih, saya pun tidak melupakan kesempatan untuk memotretnya
dari atas.
Sekedar informasi Bandara Sentani tidak melayani penerbangan
pada malam hari kecuali dalam keadaan darurat saja, maskapai komersil yang melayani
penerbangan jarak menengah yaitu Lion Air/Batik Air, Garuda Indonesia, Merpati,
SkyAviation, Express Air dan Sriwijaya Air. Selain itu bandara ini banyak
melayani penerbangan perintis dengan pesawat kecil yang bermesin baling-baling.
Bandara ini menjadi bandara yang mempunyai peranan sangat vital untuk
menghubungkan daerah-daerah dan kota-kota terpencil di wilayah Provinsi Papua
dengan penerbangan perintisnya. Sekedar contoh untuk menuju ke Kota Wamena yang
sebenarnya jaraknya tidak begitu jauh dari Kota Sentani, tetapi mesti ditempuh
dengan perjalanan udara itupun hanya sekitar 30 menit perjalanan udara, hal ini
dikarenakan tidak adanya akses darat untuk menuju kota tersebut. Maka tak heran
pula harga barang di daerah-daerah terpencil di wilayah Papua menjadi mahal
karena ongkos transportasinya yang mahal. Bahkan barang tertentu seperti BBM di
Kota Wamena mesti dibatasi karena stoknya yang terbatas. Sudah mahal dibatasi
pula. Belum lagi pemadaman listrik yang hampir terjadi setiap hari dan
berlangsung lama. Sangat berbeda jauh dengan daerah-daerah lain di Indonesia
utamanya di Pulau Jawa. Maka sudah sepantasnyalah kita (yang tidak tinggal di
Papua) bersyukur dengan keadaan kita jika dibandingkan dengan saudara kita yang
tinggal di Papua. Jangan sedikit-sedikit mengeluh karena mati lampu, karena
jauhlah, karena inilah, karena itulah, menjadi manusia cengeng dan suka
mengeluh.
Papua dan Malaria
Di balik keindahan Tanah Papua, ada hal yang selalu menjadi
momok yang cukup menakutkan dan membuat saya selalu was-was jika berkunjung ke
Papua, yaitu penyakit malaria. Penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
anopheles betina yang menjadi vektor atau perantara organisme Plasmodium
penyebab penyakit malaria. Daerah ini memang terkenal dengan penyakit malaria
yang bisa berakibat fatal. Pernah saya bertanya kepada teman yang kebetulan
seorang dokter tentang vaksin pencegah malaria, tapi ternyata tidak ada. Kata
dia yang ada hanyalah obat penangkal malaria untuk diminum, tapi itu pun tidak
menjamin 100% kita tidak akan terkena penyakit malaria. Berbeda dengan nyamuk
Aedes Aegepty penyebab penyakit DBD yang menggigit pada pagi sampai sore hari,
nyamuk Anopheles betina ini malah sebaliknya yakni menggigit pada malam sampai
pagi hari, terkadang menggigitnya pun sepanjang hari. Kalau seperti itu,
rasanya adalah hal yang mustahil untuk menghindari gigitan nyamuk di daerah
ini. Jadi saya berusaha pasrah dan tawakkal saja semoga tidak sampai terkena
malaria. Aamiin. Adapun kata keluarga saya di Papua sini, kalau tidak ingin
terkena malaria, intinya kita tidak boleh takabbur, dan tidak boleh terlalu
lapar atau terlambat makan, juga tidak boleh terlalu capek. Saya pikir mungkin
dengan begitu daya tahan tubuh menjadi lebih prima supaya tidak mudah terkena
penyakit malaria. Semoga saja.
Demikian tulisan singkat saya tentang Tanah Papua, lain
waktu saya akan menulis kembali tentang daerah ini.
Welcome Papua.